Surabaya. Penertiban juru parkir (jukir) liar Minimarket oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dinilai Komisi C DPRD Surabaya sebagai langkah yang tepat. Hal ini dikarenakan hanya 5 persen Minimarket yang mengurus izin parkir.
"Hanya sekitar 30 dari 865 swalayan yang memiliki izin parkir. Tak sampai 5%. Artinya, lebih dari 95% belum patuh terhadap aturan yang berlaku. Padahal, kewajiban itu telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2018," ujar Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan.
Eri Irawan menambahkan, penataan perizinan tempat parkir di gerai-gerai swalayan sangat penting.
"Penertiban ini bukan untuk menekan pelaku usaha, melainkan sebagai bentuk perlindungan terhadap masyarakat pengguna fasilitas parkir," tambahnya.
Peneriban ini, lanjut politikus PDI Perjuangan ini, memberi keuntungan pada masyarakat.
“Kalau izin tempat parkirnya resmi, maka harus ada petugas parkir resmi. Itu diatur di Perda. Kalau ini ditegakkan, otomatis tidak ada ruang bagi jukir liar. Dan ini menguntungkan masyarakat,” jelasnya.
Eri Irawan mempertanyakan alasan Minimarket tidak mengurus izin parkir.
“Pertanyaannya, kenapa mayoritas swalayan belum mengurus izin parkir? Apakah karena tidak mau terikat aturan untuk menjaga keamanan kendaraan pengunjung? Apakah karena tidak mau menyediakan petugas parkir?” imbuh Eri.
Terkait pajak yang dibayarkan dengan adanya penerbitan izin tempat parkir, Eri Irawan mengatakan, angkanya di kisaran Rp175.000-Rp250.000 per bulan.
“Dengan membayar Rp 175.000-Rp 250.000 per bulan ke pemerintah, tentu tidak menghilangkan kewajiban pelaku usaha untuk menyediakan petugas parkir resmi sesuai Perda untuk menghindari jukir liar dan memberikan keamanan bagi masyarakat dari curanmor,” jelas Eri.
Belum lagi, swalayan juga melakukan pelanggaran dengan menyewakan lahan parkir mereka untuk tempat UMKM berjualan. Ditemukan fakta ada swalayan yang mendapatkan penghasilan sewa dari UMKM dengan total hampir Rp 5 juta per bulan. Padahal, sesuai Peraturan Wali Kota 116/2023, seharusnya gratis untuk UMKM.
“Apakah boleh swalayan memanfaatkan area parkir miliknya untuk lokasi usaha bagi UMKM? Boleh, tapi harus gratis. Ada yang protes, kan suka-suka swalayan menyewakan lahannya? Justru di situlah negara hadir menjembatani fungsi pemberdayaan swalayan berjaringan sebagai korporasi raksasa dengan total valuasi triliunan rupiah kepada UMKM agar bisa tumbuh bersama,” tegas Eri.
Eri menyimpulkan, kebijakan penertiban izin tempat parkir swalayan akan mampu mengakomodasi semua kepentingan. Yaitu menghindari ada jukir liar, meningkatkan keamanan pengguna parkir (masyarakat), dan memastikan kepastian hukum bagi dunia usaha dengan adanya izin tempat parkir karena semua teregulasi dengan baik. Sehingga dia mendorong Pemkot Surabaya untuk terus menegakkan Perda terkait penataan parkir.
Eri mengatakan, sebenarnya banyak kabupaten/kota lain di Tanah Air yang Perda-nya kurang-lebih serupa terkait izin tempat parkir dan penyediaan petugas parkir resmi.
“Tapi memang butuh keberanian untuk menegakkan Perda karena pasti ada tekanan. Misalnya ada petugas parkir resmi yang mengalami intimidasi dari oknum yang ingin mengelola parkir secara tidak resmi,” ujarnya.
“Belum lagi kita menormalisasi kesalahan, misalnya ya terserah swalayan dong mau menyewakan lahan parkirnya untuk usaha. Nah itu keliru, padahal seharusnya gratis sebagai fungsi pemberdayaan korporasi raksasa ke UMKM lokal,” imbuh Eri. (*)
Editor : JTV Banyuwangi